Awal mula cerita ini dikisahkan ada beberapa orang pengembara, berkelana mencari lokasi untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Sudah banyak hutan dan rimba yang belum terjamah manusia mereka lalui, juga lembah dan ngarai pernah mereka singgahi. Akan tetapi mereka belum menemukan tempat yang tepat dan cocok bagi mereka, sehingga mereka terus berjalan dan memcari tempat yang diinginkan.Suka duka selama pengembaraan mereka reguk bersama, tanpa mengenal rasa putus asa mereka terus berjalan menurutkan apa kata dihati. Entah berapa kali purnama telah berlalu tidak membuat mereka patah semangat.
Selama dalam perjalanan mereka selalu berdoa dan memohon kepada Yang Maha Esa, agar dapat menunjukkan jalan bagi mereka untuk menemukan suatu tempat yang baik.Kiranya doa dan permohonan mereka mendapat jawaban Sang Pencipta, suatu hari mereka sampai disuatu daerah di Sumatera Selatan. Mereka menemukan satu daerah yang subur dan damai, maka mereka memutuskan untuk menetap disini, daerah yang mereka pilih terletak disekitar Desa Ujan Mas.
Pengembara itu bernama Puyang Tuan berasal dari Suku Jawa, dia juga dijuluki Jege Lenggang. Teman seperjalanannya pada waktu itu ada beberapa orang, yaitu Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun. Ketiga Puyang ini mempunyai anak cucu, masing-masing keturunan mereka disebut Jungku.
Puyang Patih Jurung dengan keturunannya yang disebut Jungku Patih Jurung, memilih tempat untuk menetap didaerah Ulak Bengkung. Sedangkan Puyang Tuan dengan keturunannya yang disebut Jungku Lang Pinang , memilih tempat untuk menetap didaerah seberang dusun dari daerah Sendawakh (Sendawar) atau sebelah Utara dusun sekarang ( Ujan Mas ). Begitu juga dengan Puyang Patih Dayun dengan keturunannya yang disebut Jungku Puyang Patih Dayun, memilih tempat untuk menetap didaerah Setul.
Ketiga Puyang ini setelah memutuskan untuk menetap disekitar daerah Ujan Mas, maka mereka memilih daerah masing-masing yang diinginkan. Mereka saling tukar pikiran sebagai tanda kebersamaan untuk menentukan pilihan, ini mereka lakukan demi untuk kebaikan dan kelangsungan hidup yang baik bagi anak cucu dan keturunannya.
Walaupun terasa berat bagi mereka untuk berpisah, namun semua ini harus terjadi demi kebaikan mereka bersama. Mereka tidak mau terjadi perselisihan atau kesalah pahaman diantara anak cucu dan keturunannya. Ini bisa saja terjadi pada diri anak cucu dan keturunan mereka, karena kodratnya sebagai manusia biasa tentu tidak akan lepas dari kekhilafan. Biarlah jauh tapi harum bagaikan wangi bunga, daripada dekat tapi bagaikan bau bangkai
.Begitu keputusan telah diambil oleh ketiga Puyang tersebut, maka Puyang Patih Dayun dan keluarganya berangkat lebih dulu dari daerah Sendawakh menuju Bukit Salingan Tinggi ( daerah maqom Puyang Tuan). Tujuan Puyang Patih Dayun adalah Bukit Salingan Tinggi, akan tetapi Puyang Patih Dayun dan keluarganya salah arah tujuan. karena dia menuju sampai kedaerah Setul, kemudian dia dan keluarganya akhirnya menetap dan tinggal disana.
Setelah kepergian Puyang Patih Dayun dan keluarganya, maka Puyang Tuan juga berkeinginan untuk meninggalkan daerah Sendawakh. Niatnya ini mendapat dukungan dan disetujui oleh keluarganya, maka Puyang Tuan mantap hatinya tanpa ragu-ragu lagi.Tidak berselang begitu lama, bersama seluruh keluarganya Puyang Tuan menyusul ketempat yang dituju oleh Puyang Patih Dayun dan keluarganya.
Keindahanan dan panorama alam selama dalam perjalanan mereka menikmati, rasa lelah tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk mencapai tempat yang dituju
Rumput dan ilalang menari-nari tertiup angin yang semilir berhembus, kicau burung kadangkala terdengar berkumandang merdu ditelinga. Jalan terjal dan berliku mereka tempuh tanpa sedikitpun mengeluh, membuat PuyangTuan merasa bahagia dengan ketabahan keluarganya baik dalam suka maupun duka.
Mereka tidak lama lagi akan sampai di Bukit Salingan Tinggi, tentu Puyang Patih Dayun akan merasa sangat terkejut dengan kehadiran mereka. Kedatangan Puyang Tuan yang menyusul Puyang Patih Dayun pasti tidak disangka sama sekali, inilah kejutan yang sempat melintas dibenak Puyang Tuan ketika itu.
Kaki mereka telah sampai menginjak tanah di Bukit Salingan Tinggi, hati keluarga Puyang Tuan dan keluarganya sangat senang sekali. Jarak yang sudah mereka tempuh cukup jauh dan ini tidaklah mereka hiraukan, karena sebentar lagi mereka akan berjumpa dengan Puyang Patih Dayu dan keluarganya.
Kegembiraan hati Puyang Tuan dan keluarganya sedikit terusik, sebab begitu mereka sampai di Bukit Salingan Tinggi tidak menemukan Puyang Patih Dayun dan keluarganya. Rasa kecewa tentu saja sempat singgah dihati mereka, apa yang mereka cari ditempat ini tdak ditemukan.
Mereka mencari Puyang Patih Dayun dan keluarganya kesana kemari disekitar tempat ini, tapi usaha yang mereka lakukan tidak membawa hasil yang diinginkan. Jejak keberadaan orang yang mereka cari tidak sedikitpun meninginggalkan bekas, hati mereka bertanya kemanakah perginya Puyang Patih Dayun dan keluarganya….. ?
Sekian lama Puyang Tuan dan keluarganya mencari jejak keberadaan Puyang Patih Dayun ditempat ini, akan tetapi tidak membawa hasil yang diharapkan. Puyang Tuan tetap mempunyai kenyakinan, bahwa dia akan dapat betemu dengan apa yang dicarinya. Semua yang diyakininya dalam hati, mudah-mudahan tidak membuahkan kekecewaan bagi dia dan juga keluarganya.
Cukup sudah pencarian mereka terhadapkeberadaan Puyang Patih Dayun dan keluarganya saat ini, kemudian mereka beristirahat melepaskan rasa lelah sambil memikirkan langkah selanjutnya. Saat beristirahat Puyang Tuan merabah-rabah arah kemana perginya orang yang mereka cari, dia memohon dalam doanya agar Sang Pencipta menunjukkan jalan baginya.
Rasa gerah yang dirasakan membuat Puyang Tuan segera bangkit dari istirahatnya, pelahan-lahan dia melangkahkan kaki menuju Sungai Ogan. Gemercik suara air terdengar menyentuh bebatuan yang ada ditepian sungai yang mengalir cukup deras, hatinya begitu senang dan ingin segera bercengkrama dengan jernihnya air saat itu.
Puyang Tuan membayangkan betapa segar tubuhnya nanti, apabila dia mandi dan berenang untuk melemaskan otot-otot yang terasa kaku. Bila yang dilakukannya sudah terasa cukup, Puyang Tua akan mengambil dan membawa air secukupnya sebagai pelepas dahaga buat keluarganya.
Sesampainya Puyang Tuan disungai untuk melakukan keinginnya, sejenak dia tertegun dan perhatiannya tertuju pada suatu benda yang tersangkut dicelah bebatuan. Benda itu sangat menarik perhatiannya, sehingga dia memutuskan untuk mengambil dan melihat benda tersebut.
Ternyata benda itu adalah buluh bekas Khuasan ( Khuasan yaitu bambu atau buluh yang dijadikan tempat masak gulai ), bambu yang sudah terbelah itu dipegangnya dan diperhatikan dengan baik. Sejenak Puyang Tuan berpikir dan akhirnya berkesimpulan, bahwa dihulu sungai tentu sudah ada manusia yang tinggal disana.
Sebuah harapan kembali tercipta didiri Puyang Tuan, mungkin Puyang Patih Dayun yang ada dihulu sungai ini. Dia segera bergegas menemui keluarganya untuk memberi tahu penemuan yang diperolehnya, mendengar penjelasan dari Puyang Tuan tentu saja keluarganya merasa senang dan gembira.
Niat mereka untuk menyusul Puyang Patih Dayun dan keluarganya tumbuh kembali, kemudian mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Teriknya matahari mengiringi Puyang Tuan dan keluarganya berjalan menyusuri tepian sungai, harapan mereka begitu besar untuk dapat bertemu lagi dengan Puyang Patih Dayun dan keluarganya.
Selama dalam perjalanan menyelusuri tepian sungai, tidak terlhat rasa letih sedikitpun diwajah mereka. Walaupun jarak yang mereka tempuh dalam perjalanan ini sudah cukup jauh, akan tetapi belum juga mereka menemukan apa yang mereka cari. Pantang berputus asa mungkin telah tertanam dijiwa mereka, sehingga sedikitpun mereka tidak mengeluh atas apa yang mereka jalani.
Setelah melewati perjalanan yang cukup jauh mereka menghentikan langkah kakinya, karena dari kejauhan mereka melihat bayang-bayang sekelompok orang dengan aktivitasnya masing-masing. Puyang Tuan tidak lepas memperhatikan gerak gerik apa yang dilhatnya, dia berharap ini bukanlah sebuah halusinasi belaka.
Puyang Tuan segera membawa keluarganya untuk bergerak melanjutkan perjalananan menuju tempat itu, mungkin yang ada didepan adalah orang yang mereka cari. Keyakinan dan nauri Puyang Tuan tidak meleset, begitu jarak pandang mereka sudah dekat ternyata itu memang Puyang Patih Dayun dan Keluarganya.
Berkat restu Yang Maha Kuasa mereka dapat bertemu kembali, walaupun sempat terpisah beberapa waktu lamanya. Rasa suka cita terlihat jelas pada saat mereka dapat berkumpul kembali, senyum dan tawa selalu menghiasi mereka saat becerita pengalamannya masing-masing.
Rupanya sekarang Puyang Patih Dayun dan Keluarga berada didaerah Setul, pada saat Puyang Tuan dapat menyusul dan menemukannya. Disini Puyang Tuan dan keluarganya tinggal beberapa hari lamanya, membantu rencana Puyang Patih Dayu dan keluarganya untuk membangun tempat tinggal.
Tanpa disangka dan diduga sama sekali Puyang Patih Jurung bersama beberapa orang keluarganya datang ketempat itu, tentu saja kedatangan mereka ini disambut dengan kegembiraan yang tak terhingga. Mereka dapat berkumpul kembali, walaupun itu hanya sementara.
Puyang Patih Jurung sangat setuju dengan rencana dari Puyang Patih Dayun untuk menetap dan membuat tempat tinggal disini, tanpa mengulur-ulur waktu lagi rencana itu mereka jalankan. Secara gotong royong dan bahu membahu, mereka bersama mendirikan tempat berteduh bagi Puyang Patih Dayun dan keluarganya.
Ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul, ini terlihat dari kebersamaan mereka menolong sesama tanpa pamrih. Dalam waktu yang cukup singkat semua pekerjaan dapat mereka selesaikan, bangunan yang mereka buat sudah layak untuk dijadikan sebagai tempat bernaung. Alangkah indah dan bahagianya hidup ini mereka rasakan, apalagi seluruh keluarga mereka begitu rukun dan harmonis.
Keinginan mereka untuk membantu Puyang Patih Dayun telah selesai, kini mereka dapat beristirahat dengan perasaan lega. Ketiga Puyang ini harus berpisah kembali, walaupun mereka satu sama lain merasa berat bila ini dijalani. Tetapi mereka punya keluarga yang menjadi tanggung jawab masing-masing, tak mungkin rasanya bagi mereka untuk kumpul selalu bersama.
Ketiga Puyang ini harus menentukan jalan kehidupannya sendiri, juga daerah tempat tinggal yang telah mereka pilih menurut kehendaknya. Semua ini harus dilakukan demi untuk kelangsungan hidup keturunannya, karena jalan kehidupan bagi mereka telah digariskan oleh Sang Pencipta.
Ketiga Puyang ini sebelum berpisah dan kembali ketempatnya, mereka bermusyawarah dan bermufakat untuk membagi wilayahnya. Dihadapan seluruh anggota keluarga yang ada, ketiga Puyang ini menjelaskan dan memberikan pengertian akan dampak baik maupun buruk kepada keluarganya. Agar kelak dikemudian hari tidak terjadi silang sengketa diantara semua keturunan mereka, ini dapat diterima dan dimengerti oleh keluarga mereka.
Sebuah keputusan atas dasar persetujuan bersama , maka Ketiga Puyang tersebut membagi Kampuh ( Pengertian dari Kampuh itu sendiri adalah merupakan garis keturunan daripada Jungku ). KetigaPuyang tersebut telah membagi Kampuh mereka masing-masing, untuk mendiami wilayah daerah yang disepakati dan disetujui bersama.
Adapun Tiga Kampuh tersebut mendiami daerah wilayah sebagai berikut. Kampuh Puyang Pati Jurung wilayah daerahnya adalah Kulak Dusun Ujan Mas, dan Kampuh Puyang Pati Dayun wilayah daerahnya adalah Setul sedangkan Kampuh Puyang Tuan wilayah daerahnya adalah Kulak Setul ( Mekhawai ) sampai ke Bukit Salingan Tinggi.
Setelah membagi wilayah daerah Kampuh buat anak cucu keturunan mereka masing-masing, yang mereka sepakati dan hormati bersama. Tiba saatnya bagi ketiga Puyang ini untuk berpisah dan kembali ketempatnya menetap, dengan perasaan tenang dan bahagia serta lapang dada. Masa depan anak cucu keturunan telah mereka pikirkan kelanjutannya, supaya kelak keharmonisan diantara mereka tetap terjaga dan langgeng sampai akhir nanti.
Dengan lambaian tangan Puyang Patih Dayun dan keluarganya, melepas kepergian orang-orang yang sangat mereka sayang dan hormati. Diperjalanan kembali harus terjadi perpisahan antara Puyang Tuan dan keluarganya dengan Puyang Patih Jurung serta keturunannya, karena jalan menuju tempat tinggal dan menetap bagi mereka berlainan arah.
Hari-hari telah berlalu mengikuti perjalanan waktu, terlihat kesibukan didaerah Puyang Tuan dan anak cucu keturunannya menetap. Rupanya mereka tengah sibuk membangun tempat tinggal, apa yang mereka lakukan dalam pekerjaan terasa ringan. Kebersamaan yang harmonis diantara keluarga keturunan Puyang Tuan terlihat begitu indah, sehingga disini tidak terlihat ada yang berpangku tangan disaat mereka membangun tempat tinggal mereka.
Sebagai bahan untuk membangun tempat tinggal, mereka menggunakan kayu dan bambu yang telah dikumpulkan untuk keperluan tersebut. Panas teriknya matahari tidak melemahkan semangat mereka dalam pekerjaannya, membuat Puyang Tuan merasa sangat bersyukur atas semua karunia dan nikmat yang telah dia dapatkan.
Suatu keajaiban terjadi dihari itu, ketika Puyang Tuan sedang memotong dan membelah bambu sesuai ukuran yang diinginkan. Pada saat sebatang bambu yang tengah dipotong membuat dia terkejut luar biasa, karena didalam bambu yang dipotongnya ada seorang bayi manusia.
Seorang bayi laki-laki yang mungil dan menggemaskan diambil oleh Puyang Tuan, meskipun dia masih terkesima atas keanehan dan kemujizatan yang tidak dimengertinya sama sekali. Sungguh besar kekuasaan Sang Penguasa Alam atas segala kehendakNya, yang kadangkala sungguh diluar dugaan bagi semua makhluk ciptaanNya.
Puyang Tuan membersihkan bayi laki-laki itu, kemudian dibawa keanak cucu keturunannya yang sangat terkejut dengan kehadiran bayi tersebut. Semua anak cucu keturunan Puyang Tuan sangat senang dan gembira saat itu, sang bayi dengan suka cita disambut dan diterima dalam kehidupan keluarga mereka. Kebahagiaan bertambah lagi bagi keluarga Puyang Tuan, karena kehadiran sang bayi laki-laki tersebut.
Sang bayi dirawat dan diasuh oleh Puyang Tuan dan keluarganya, kasih sayang dicurahkan sepenuhnya pada sang bayi. Pertumbuhan sang bayi begitu cepat tidak seperti bayi-bayi lainnya, membuat hati Puyang Tuan merasa heran dan tidak mengerti atas kelebihan yang dimiliki sang bayi.
Cinta dan kasih sayang telah diberikan dalam merawat serta membesarkan sang bayi, sehingga pertumbuhan dan perkembangan sang bayi begitu sehat. Puyang Tuan memberikan nama Jege Pering atau Jege Buluh, untuk bayi laki-laki yang didapatkannya dari dalam sebatang bambu.
Jege Pering telah menunjukkan kelebihan yang merupakan bawaannya dari lahir, tubuh dan tenaganya melebih anak-anak seusianya. Dia begitu cepat besar dan kepandaiannya dapat diandalkan, ini semua dia dapatkan dari orang-orang yang menyayanginya. Sering kali dia pergi menyendiri di hutan rimba, untuk mendalami ilmu dan pegetahuan yang dia dapatkan.
Kepandaian yang dia miliki tidaklah membuat perasaan tinggi hati terhadap orang lain, tutur sapanya begitu lembut dan sopan. Membuat Jege Pering dikenal oleh seluruh keturunan Puyang Tuan, sampai keturunan Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun.
Walaupun jarak tempuh yang cukup jauh, namun tidak membuat Jege Pering berat melangkah ketempat Puyang Pati Jurung dan Puyang Patih Dayun. Hanya datang sekedar bermain ataupun untuk keperluan lainnya, semua ini sangatlah menyenangkan hati Puyang Tuan dan keturunannya. Puyang Tuan sangat senang dan bahagia mempunyai seorang anak yang berbudi luhur dan baik,
Jege Pering tidak berat tangan ataupun enggan didalam membantu dan menolong orang yang memerlukannya, sehingga dirinya yang dalam masa pertumbuhan telah banyak mendapatkan pelajaran dan pengalaman untuk kehidupan ini. Semua dijalani dengan ketekunan dan keikhlasan hati, tanpa pernah mengeluh dia menjalani semua yang dihadapinya dengan tabah. Ini semua membuat dirinya cepat matang dan bijaksana, dalam menghadapi semua permasalahan dan mengambil keputusan.
Tahun demi tahun telah meniti perjalanan waktu tanpa terasa, pertumbuhan Jege Pering yang sangat pesat dan kini dia telah menginjak dewasa. Sifat dan prilakunya tetap tidak beubah sama sekali, meskipun dia memiliki kesaktian yang tidak dapat dipandang sebelah mata.
Jege Pering seperti bercermin pada ilmu padi, yang semakin berisi semakin menunduk. Inilah yang sangat disukai oleh semua orang yang mengenalnya, tinggi hati dan kesombongan tak pernah tergambar dikehidupanya sehari-hari. Bulan seiris sembunyi dibalik awan malam ini, kerlip bintang enggan menampakkan diri menghiasi langit. Waktu itu Puyang Tuan sedang duduk berhadapan dengan Jege Pering, mereka berbicara sambil menikmati ubi rebus yang terhidang dan menggoda buat dimakan.
Malam itu Puyang Tuan mengungkapkan semua maksud dan keinginannya terhadap Jege Pering, mendengar apa yang diungkapkan Puyang Tuan membuat Jege Pering sangat terkejut dan tidak menyangka sama sekali. Mana mungkin rasanya dia dapat memenuhi kehendak Puyang Tuan, yang selama ini sudah dianggapnya sebagai orang tuanya sendiri.
Jege Pering tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak dapat berbakti dan membalas budi, apa lagi terhadap orang yang selama ini telah merawat dan membesarkannya dengan cnta dan kasih sayang. Maksud dan kehendak yang telah disampaikan Puyang Tuan terhadap dirinya, membuat gundah hati dan pikirannya bahkan sampai dia menitikkan air mata.
“ Jege Pering ….. !, kuharap engkau tidak keberatan dan menolak maksud saya untuk mengajakmu menguji kesaktian yang kita miliki “, kata Puyang Tuan dengan nada suara manantang.
“ Mohon maaf dan ampun ……! mana mungkin saya sanggup menandingi kesaktian kamu “ , sambil menunduk Jege Pering menjawab apa yang dikatakan PuyangTua.
“ Jege Pering….. ! . Jangan memandang sebelah mata pada diriku, kesaktian yang kau miliki belun seberapa “. Puyang Tuan sengaja memancing emosi diri Jege Pering, mungkin ini akan membuat Jege Pering mau menuruti kehendaknya.
Jege Pering terdiam seribu bahasa, hatinya berperang antara harga diri dan perasaan sebagai manusia biasa. Bagaimana mungkin dirinya dapat bertanding melawan Puyang Tuan, karena dia sudah dapat mengetahui kemampuan dan kesaktian yang dimiliki Puyang Tuan.
Seandainya tanding kesaktian itu dengan cara adu kekuatan, mana mungkin Puyang Tuan dapat mengalahkan dirinya. Jege Pering menyadari kesaktian yang dia miliki lebih baik dari Puyang Tuan, ini bukan berarti dia menganggap enteng akan kesaktian Puyang Tuan.
Jika tanding kesaktian tidak dapat dielakkan lagi, dia tidak mau menjatuhkan nama baik orang yang sangat dihormatinya dimata orang banyak. Jege Pering berpikir dengan keras saat itu, untuk mencari jalan keluar atas persoalan yang sedang dihadapinya.
“ Jege Pering …… apakah engkau takut kalah ……. ?, tak kusangka dalam jiwamu tertanam sifat pengecut …… I “ . Sengaja Puyang Tuan berkata begitu untuk menyulut api kemarahan Jege Pering, yang masih saja menunduk dengan diam.
Melihat keadaan Jege Pering tetap saja dalam diam, malahan membuat diri Puyang Tuan dan merasa kesal. Segala cara melalui kata-kata telah dilakukan olehnya, agar Jege Pering dapat terpancing dan menerima keinginannya. Perkataan yang merendahkan, bahkan dapat menyakitkan hati bagi orang yang mendengarnya terlontar dari mulut Puyang Tuan, lambat laun terlihat bibir Jege Pering bergetar.
“ Baiklah ….. jika itu yang kamu inginkan “ , kata Jege Pering sambil menatap mata Puyang Tuan.
“ Bagus ….. !. Bagus Jege Pering …..!. ternyata kau memang jantan …… ! “ . Puyang Tuan tersenyum puas, karena dia dapat memancing emosi Jege Pering yang disayanginya.
“ Tapi ….. !. Tanding kesaktian ini bukan adu kekuatan, apakah kamu sanggup ….. ! “ . Berbalik Jege Pering menantang Puyang Tuan, kemudian dia beranjak dari duduknya dan membelakangi Puyang Tuan. Menunggu reaksi dari Puyang Tuan atas perkataannya, senyum tipis menghiasi bibir Jege Pering.
Puyang Tuan segera bangkit dari duduknya dan berdiri disamping Jege Pering, saat itu bulan seiris dan bintang terlihat menghiasi langit untuk menambah keindahan malam itu.
“Jege Pering ….. apapun yang kau inginkan ku penuhi …… ! “, kata Puyang Tuan dengan tegas.
“ Tanding kesaktian itu kita laksanakan dengan cara Mekhakhi ( yang berarti berjemur di matahari ), apakah kamu setuju …… ? “ kata Jege Pering.
Kesepakatan telah mereka setujui berdua, kemudian mereka berpelukan dengan rasa haru. Besok pagi mereka akan menjalani adu kesaktian, malam semakin larut dan dingin malam mulai terasa menghampiri tubuh mereka. Puyang Tuan dan Jege Pering beranjak pergi untuk istirahat, sejuta perasaan yang sulit diungkapkan ada dihati mereka berdua.
Kokok ayam dan kicau burung bersahutan, menyambut datangnya pagi yang cerah. Cahaya matahari telah menerangi bumi, pagi itu seluruh anak cucu dan keturunan Puyang Tuan telah berkumpul. Suasana bertambah ramai dengan datangnya Puyang Pati Jurung dan Puyang Patih Dayun, kehadiran mereka ini sama sekali tak pernah diduga oleh Puyang Tuan dan keturunannya.
Kemunculan Puyang Patih Jurung dan Puyang Pati Dayun ditempat ini, tidak terlepas dari kesaktian yang mereka miliki. Mereka dapat mengetahui tanding kesaktian antara Puyang Tuan dengan Jege Pering, suatu hari nanti akan terjadi. Naluri dan firasat mereka yang ingin menjadi saksi kesaktian antara Puyang Tuan dan Jege Pering, membawa langkah mereka ke Bukit Salingan tinggi.
Semua yang diperlukan untuk melaksanakan adu kesaktian ini telah selesai dipersiapkan, orang-orang yang ada sudah tak sabar menunggu. Pagi itu kelihatannya matahari kurang bersahabat, karena terik cahayanya sudah sangat dirasakan menyengat tubuh. Adu kesaktian dengan cara Mekhakhi segera dimulai, Puyang Tuan dan Jege Pering duduk diatas Capah ( Talam ) yang tebuat dari kuningan. Ini akan mereka lakukan dari pagi sampai menjelang siang, siapa yang bisa bertahan sampai batas waktu yang ditentukan dialah sebagai pemenang.
Mekhakhi sudah berjalan cukup lama, semua yang menyaksikan mencari tempat untuk berteduh. Terik matahari sungguh luar biasa hari itu menyengat tubuh, namun tidak menyurutkan keinginan orang-orang yang menyaksikannya sampai selesai.
Puyang Tuan dan Jege Pering yang duduk diatas Capa kuningan tidak bergerak sama sekali, walaupun Peluh ( Keringat ) mulai membasahi tubuh mereka. Mata kedua orang itu terpejam supaya kosentrasinya tidak terpecah, dengan suara-suara yang terdengar disekitarnya. Mereka sudah mengeluarkan kesaktiannya, ini terlihat dengan adanya asap yang keluar melalui kepala mereka berdua.
Peluh yang mengucur deras seperti Ayakh ujan ( Air hujan) membasahi tubuh Puyang Tuan dan Jege Pering, semua yang melihat semakin penasaran ingin tahu akhir dari semua ini. Suara mereka semakin riuh terdengar, menjelang batas waktu yang telah ditentukan. Keringat yang mengucur seperti air hujan semakin deras membasahi tubuh Puyang Tuan dan Jege Pering, membuat semua yang menyaksikan menjadi heran dan tidak mengerti apa yang telah terjadi. Mereka semua terdiam tanpa bersuara sedikitpun, begitu juga dengan Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun yang tak berkedip melihat keajaiban yang terjadi.
Puyang Tuan yang tubuhnya sudah basah kuyup oleh keringat, terbalut cahaya berwarna putih Luk Selake ( BagaikanPerak ). Sedangkan tubuh Jege Pering yang juga sudah basah kuyup oleh keringat terbalut cahaya berwarna kuning keemas-emasan.
Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun yang menyaksikan kejadian ini, hanya dapat mengeleng-gelengkan kepala dan berdecak kagum atas kesaktian para sahabatnya itu. Kesaktian kedua sahabat mereka ini sungguh luar biasa, keringatnya saja sudah dapat berkilau bagaikan perak dan emas pada saat kena cahaya matahari.
Tepat sampai pada batas waktu yang ditentukan, tanding kesaktian antara Puyang Tuan dan Jege Pering dihentikan. Mereka semua dapat tersenyum dan bernafas lega, karena diantara mereka tidak ada yang terluka ataupun cidera. Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun merangkul Puyang Tuan dan Jege Pering, persahabatan diantara mereka tidak ternoda sedikitpun hari ini. Itulah yang membuat mereka senang dan bahagia, sungguh besar arti sebuah persahabat bagi mereka.
Disaksikan Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun, secara jantan Puyang Tuan mengakui kesaktian Jege Pering. Pengakuan yang diberikan ini tidak membuat Jege Pering menjadi sombong dan tinggi hati, malah dia merasa lebih segan dan hormat kepada ketiga Puyang ini. Sebagai penghormatan kepada Puyang Jege Pering, maka daerah wilayah mereka dinamakan “ Ujan Mas “. Menurut cerita semua ini berawal dari peristiwa tanding kesaktian antara Puyang Tuan dan Puyang Jege Pering, yang mana pada saat itu keringat Puyang Tuan bercahaya putih bagaikan perak dan Puyang Jege Pering bersinar kuning laksana emas.
Para Puyang sepakat dan setuju atas pemberian nama Ujan Mas untuk wilayah daerah mereka, semua anak cucu dan keturunan mereka juga menerima keputusan ini. Jadi tidak ada lagi yang perlu dirisaukan atas pemberian nama ini, sejak saat itu sampai sekarang tetap melekat nama tersebut.
Kelebihan dan kesaktian yang dimiliki Jege Pering, membuat ketiga Puyang ini memanggil dirinya dengan sebutan Puyang Jege Pering. Panggilan Puyang terhadap dirinya dirasakan sangat berlebihan, karena dia merasa belum seberapa dibandingkan dengan mereka bertiga. Apalagi kesaktian yang mereka miliki tidaklah jauh dibawah kesaktiannya, hanya saja diantara mereka itu ada kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dihadapan Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun, mengucapkan satu ikrar dan pengakuan buat mereka semua. Disaksikan Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun serta alam ini, Puyang Tuan mengaku bahwa Puyang Jege Pering adalah orang tuanya.
Pengakuan ini tentu saja membuat Puyang Jege Pering sangat terkejut, karena selama ini dia telah menganggap Puyang Tuan sebagai orang tuanya. Puyang Jege Pering akhirnya tidak dapat menolak pengakuan dari Puyang Tuan, karena dia tak sanggup mengecewakan orang-orang yang sangat dicintainya.
Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun tersenyum dan merasa terharu, pada saat Puyang Tuan memanggil Bapak kepada Puyang Jege Pering. Mendengar sebutan Bapak dari mulut Puyang Tuan langsung Puyang Jege Pering memeluk Puyang Tuan, ada air mata mengalir disudut mata mereka.
Kini keempat Puyang itu masuk kedalam untuk beristirahat, mereka saling tukar pengalaman dan bercerita tentang kehidupan ini. Semua yang terjadi didunia ini sudah ada yang mengaturnya, jadi sebagai manusia jangan sekali-kali kita bersikap sewenang-wenangnya dan sekehendak hati. Tanamkan kejujuran dihati dan hiduplah dengan sederhana, niscaya akan selamat didunia dan akherat.
Ada satu keinginan yang terpendam dihati Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun, rasanya bila tak diungkapkan akan menjadi ganjalan dihidup mereka. Ternyata Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun mempunyai satu keingginan yang sama, hari ini juga apa yang terpendam dihati dan keinginan mereka akan diungkapkan sebelum mereka meninggalkan kediaman Puyang Tuan.
Tulus dan ikhlas keinginan mereka diungkapkan kepada Puyang Tuan, kerena Puyang Tuan adalah oang yang tepat menjadi orang tua angkat bagi mereka. Melihat kesungguhan yang terpancar diwajah Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun, sulit rasanya untuk tidak mengabulkan keinginan baik mereka berdua.
Akhirnya Puyang Tuan hari itu juga menjadikan Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun menjadi anaknya, kini lengkaplah sudah kebahagian yang mereka rasakan. Persahabatan diantara mereka selama ini telah berubah wujud menjadi satu keluarga, semua anak cucu dan keturunannya adalah bersaudara.
Sebelum Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun kembali ketempat kediamannya, kesadaran mereka sebagai anak dari Puyang Tuan sungguh patut dicontoh. Sukarela tanpa sandiwara Puyang Patih Jurung dan Puyang Patih Dayun menyerahkan kekuasaannya untuk Puyang Jege Pering.
Puyang Jege Pering sebagai orang tua Puyang Tuan, itu berarti Puyang Jege Pering adalah kakek mereka. Kekuasaan diwilayah Ujan Mas dan Setul kini berada dibawah kekuasaan dan pengawasan Puyang Jege Pering. Setelah semuanya selesai Puyang Patih Jurung danPuyang Patih Dayun mohon diri untuk kembali ketempat tinggalnya.
Batas umur manusia adalah rahasia Sang Pencipta, bila sudah waktunya tak seorangpun dapat luput dari kehendak Nya. Kepergian Puyang Jege Pering untuk menghadap Yang Kuasa tentu saja membuat seluruh keluarga besar mereka berduka, akan tetapi mereka tidak mau semua ini membawa mereka hanyut dalam kesedihan yang berkepanjangan. Puyang Jege Pering dimakamkan kurang lebih 15 meter sebelah barat tempat Puyang Tuan, masa berkabung dengan tawaqal dan tabah mereka terima. Setelah Puyang Jege Pering wafat, maka Puyang Tuan sering berkelana menurutkan kata hatinya. Dia mencari dan membuka daerah permukiman baru, yang mana bila daerah itu sudah ramai diapun pergi meninggalkannya dan mencari tempat yang lain.
Ada beberapa daerah yang pernah dijadikannya sebagai permukiman, akan tetapi dia tidak pernah menetap dalam waktu yang lama. Setiap daerah dimana Puyang Tuan pernah singgah dan menetap selalu diberi nama Ujan Mas, ini semua untuk mengingat kenangan yang pernah tertulis dijalan kehidupannya.Adapun tempat dimana Puyang Tuan pernah singgah dan menetap adalah : Dusun Ujan Mas di Rejang daerah Bengkulu dan Dusun Ujan Mas didaerah Muara Enim serta Dusun Ujan Mas didaerah Kisam ( OKU Selatan). Dengan adaanya pengembaraan Puyang Tuan ini yang selalu berpindah-pindah tempat, maka dimana dusun yang pernah dia singgahi dan menetap selalu ada cerita.
Orang-orang tiap dusun yang pernah dia singgahi dan menetap, mengaku bahwa mereka adalah berasal dari keturunan Puyang Tuan. Walaupun disetiap dusun nama Puyang Tuan berbeda, namun orang-orang disini menyakini bahwa mereka adalah keturunan Puyang Tuan.
Demikianlah sekelumit cerita tentang asal mula naman Dusun Ujan Mas, yang telah tergores dalam kehidupan anak manusia didunia ini. Bila ada kekurangan dan kekeliruan didalam penyusunan cerita ini, tolong bukalah pintu hati untuk memberikan maaf.
S E K I A N
Penulis,
Mgs. Aminullah, SH.
Nara Sumber : H. Taufik Risman