Dahulu kala, terdapat sebuah dusun yang subur dan makmur. Sawah, ladang, dan kebun tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan penduduknya. Semua ini telah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan pada mereka. Suasana dusun tersebut, begitu tenteram dan damai dihiasi dengan keharmonisan seluruh warganya. Gotong royong selalu mereka lakukan tanpa membedakan status dan golongan. Rasa kebersamaan inilah yang membuat dusun begitu cepat berkembang dan maju. Sungai Ogan yang tak pernah kering, mampu menyuplay kebutuhan untuk sawah-sawah mereka. Dan Ikan-ikan bertebar dan menari seolah menanti untuk ditangkap. Selain itu, hewan peliharaan maupun ternak dapat berkembang biak dengan baik di dusun ini, sebab padang rumput yang luas terbentang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Ketekunan dan ketelatenan mereka dalam berternak, telah memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Dusun ini diberi nama Dusun Tanjung Siman, letak lokasinya berada disebelah Utara daerah Dusun Gunung Kuripan. Hubungan penduduk dusun ini terjalin dengan baik dengan beberapa warga dusun tetangga. Tidak mengherankan kalau masing-masing warga dusun sering bermain dan datang berkunjung. Kedatangan mereka kadang-kadang untuk berniaga ataupun tukar-menukar hasil panennya, selama transaksi berlangsung tak pernah sekalipun terjadi pesrelisihan atau juga silang pendapat diantara warga dusun.
Seperti yang pernah kita ketahui cerita dari mulut kemulut, bahwa di Dusun Tanjung Siman ini hiduplah seorang warganya yang mempunyai kesaktian cukup tinggi dan dapat menghillang. Tidak semua orang yang dapat mengenal bentuk dan rupa orang tersebut, hanya berapa Puyang dan Sesepuh dusun yang mengetahuinya. Siapa dia sesungguhnya dan dimana keberadaannya, semua orang hanya tahu dia ada di Dusun Tanjung Siman ini.
Demi kebaikan dan privasi orang tersebut semuanya dirahasiakan, agar orang itu dapat hidup normal dan bergaul seperti orang-orang lain. Orang tersebut melakukan kegiatan dan semua pekerjaannya sehari-hari seperi biasanya. Ketika pagi hari, dia pergi ke ladang dan menjelang sore kembali kerumah setelah malam hari. Pada malam harinya, dia sering juga berkumpul dengan teman-temannya.
Keadaan alam dan masyarakat yang sedemian harmonis ternyata mengalami perubahan. Perputaran alam tidak dapat diprediksi oleh manusia. Kemarau panjang yang tidak diharapkan telah terjadi. Semua tanaman mulai layu dan mati kekeringan, hutan rimba yang dulunya hijau menyejukan sudah berganti warna. Tanah retak-retak dan gersang membuat apa saja yang tumbuh di atasnya pun layu kekeringan.
Kekagagalan panen telah menghantui seluruh penduduk dusun, karena sebagian besar mereka bergantung dengan hasil bercocok tanam. Musim paceklik telah membawa dampak dalam hidup dan perekonomian menjadi tidak stabil, kegelisahan mulai terjadi dimana-mana membuat hidup yang selama ini tenteram dan damai sedikit terganggu.
Lain halnya yang terjadi di Dusun Tanjung Siman, kemarau yang panjang ini tidaklah membawa dampak yang begitu meresahkan penduduknya. Semua berjalan seperti biasanya dan tidak terlihat kerasahan bagi warga dusun, walaupun sinar matahari panas menyengat bagaikan membakar tubuh. Mereka sangat bersyukur atas hasil panen tahun lalu, masih cukup dipergunakan untuk mengatasi sampai musim hujan tiba. Rasa sosial dan kebersamaan yang dimiliki semua warga Dusun Tanjung Siman patut dicontoh, mereka tidak merasa segan-segan untuk membantu dusun-dusun tetangga yang membutuhkan pertolongan.
Hasil panen mereka yang berlimpah tersimpan di Khiang Padi ( Lumbung Padi ), mereka keluarkan untuk membantu sesamanya. Mereka melakukan semua ini dengan hati tulus dan ikhlas, demi prikemanusiaan mereka rela berbagi untuk yang terkena bencana. Puji dan syukur mereka panjatkan disetiap waktu dengan berdoa kepada Penguasa Alam ini, atas segala rachmat dan karunia yang begitu besar telah dilimpahkan untuk kehidupan mereka.
Sifat dan watak manusia memang ditakdirkan untuk berbeda, ada-ada saja segelintir orang yang merasa iri dan dengki terhadap apa yang dilakukan penduduk Dusun Tanjung Siman. Bukannya mereka merasa bersyukur ataupun berterima kasih, malahan terpikir dihatinya untuk mendapatkan lebih dari yang telah diberikan penduduk Dusun Tanjung Siman. Timbullah suatu rencana dan niat jahat yang akan mereka lakukan, tanpa ada rasa malu mereka akan pergi ke Dusun Tanjung Siman. Untuk mengambil dan mencuri apa saja yang diperlukan dan dibutuhkannya, ketamakan dan keserakahan telah membutakan mata hati mereka. Mungkin mereka sudah lupa pertolongan dan bantuan yang mereka dapatkan itu, adalah dari Yang Maha Kuasa melalui tangan penduduk Dusun Tanjung Siman.
Malam itu disalah satu rumah penduduk yang berada di Dusun Tanjung Siman, ada satu keluarga kecil dan hidup dengan sederhana. Keluarga kecil itu duduk bersama sambil bermain dan bercanda, dua orang buah hati mereka yang masih kecil membuat mereka sangat bahagia. Setelah puas bermain dan bercanda buah hati mereka tertidur, sang suami menyuruh istrinya untuk beristirahat dan tidur menemani buah cinta mereka.
Laki-laki itu adalah pemilik Belulusan Ulakh ( Bekas kulit Ular ), yang sampai saat inipun sang istri tidak mengetahui rahasia kesaktian sang suami. Dirinya dapat menghilang dan tak terlihat oleh siapapun juga, apabila Belulusan Ulakh itu dipakai dan dililitkan pada pinggangnya.
Menjelang tepat tengah malam hatinya begitu gelisah, sehingga dia tidak dapat sedikitpun dapat memejamkan mata. Hatinya tergerak untuk pergi keluar berjalan-jalan sekedar mencari udara segar dan menenangkan diri, sebelum keluar dia tidak lupa memakai Belulusan Ulakh miliknya. Begitu dipakai dalam sekejap mata dirinya sudah menghilang dan tak terlihat lagi, setelah itu diapun keluar rumah dan berjalan disekeliling dusun. Rupanya dusun sudah sunyi senyap, tak terlihat lagi ada seorangpun warganya yang berkeliaran seperti dirinya.
Seperti ada sesuatu yang mendorong sangat kuat dalam dirinya, semakin dia coba untuk melawannya dorongan itu semakin kuat dirasakan. Malam ini juga dia merasa gelisah dan mempunyai firasat yang tidak dimengertinya, maka dengan terpaksa dia menurutkan langkah kakinya berjalan sampai di Heding Dusun ( Pinggiran Dusun Berteman dingin malam dia terus mengawasi keadaan disekeliling daerah itu, tanpa sengaja dia melihat beberapa sosok bayangan yang sangat mencurigakan. Bayangan itu mengenda-endap bersembunyi dibalik pepohonan dengan celingukan, setelah diperhatikan rupanya bayangan itu adalah orang yang dapat dipastikan mempunyai niat yang kurang baik.
Sertamerta dia mengeluarkan kesaktian yang dimilikinya, dia hanya tersenyum melihat orang-orang itu seperti kebingungan dan heran. Dusun Tanjung Siman yang sudah ada didepan mata, bisa hilang dalam sekejap tanpa diketahui kemana perginya. Secara spontan mereka mengosok-gosok matanya, untuk meyakinkan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Mereka juga mencubit tangannya sendiri dan terasa sakit, sekarang mereka sadar ini bukannya mimpi melainkan kenyataan yang sulit diterima secara logika.
Terjadi pertentangan sesama mereka sendiri, karena menurut akal sehat rasanya tak mungkin ini bisa terjadi dalam sekejap.
“ Rasanya……. Dusun Tanjung Siman itu ada disini …….. !, tapi sekarang mengapa dusun itu tidak ada …… ? “. Kata salah seorang diantara mereka, yang merasa heran dan bingung.
“ Mungkin ……. mungkin kita sudah salah jalan …… ! “. Sambung seorang yang sedari tadi sudah merasa ada yang tak beres terjadi disini, diapun terlihat sangat ketakutan.
“ Tidak ……. tidak mungkin kita salah jalan, aku paham dan tahu betul jalan menuju dusun ini …..! “. Bantah temannya yang juga merasa bingung, bulu kuduknya mulai merinding dan merasa gugup.
Mendapatkan kenyataan yang mereka temui malam ini, rencana yang sudah disusun rapi terpaksa dibatalkan. Dusun Tanjung Siman yang mereka tuju untuk aksi kejahatannya, secara misterius sirna bagaikan ditelan bumi tepat didepan mata. Tanpa berpikir panjang lagi mereka segera angkat kaki dari tempat itu, kembali kedusunnya dengan perasaan yang tidak menentu. Kegagalan mereka alami malam ini sungguh membuat kesal, karena sudah capek menyusun rencana ditambah lagi jarak yang mereka tempuh cukup jauh.
Semua tingkah laku tamu yang tak diundang yang datang kedusun ini, sedikipun tak lepas dari perhatian laki-laki yang memakai Belulusan Ulakh. Andaikata mereka dapat melihat laki-laki yang memakai Belulusan Ulakh itu, tentu akan terjadi keributan diantara mereka. Sebenarnya laki-laki yang memakai Belulusan Ulakh, sudah sejak dari semula berdiri tepat diantara mereka. Hanya karena kesaktiannya yang dapat menghilang, sehingga dia tak terlihat sama sekali oleh mereka yang berniat jahat tadi.
Setelah bayangan orang-orang yang beniat jahat tadi pergi dan menghilang dikegelapan malam, barulah laki-laki yang memakai Belulus Ulakh beranjak dari tempatnya berada. Untung saja dia keluar rumah untuk berkeliling dusun, kalau tidak tentu sudah ada warga dikampungnya ini mendapat musibah yang tak diinginkan.
Sekali lagi dia merasa bersyukur atas karunia Yang Kuasa terhadap dirinya, sehingga dia dapat mencegah salah satu bentuk kejahatan manusia. Malam hampir berlalu dan fajar sudah mulai menyingsing, dia segera mempercepat langkah kakinya untuk kembali kerumah dan beristirahat.
Beberapa bulan kemudian kemarau yang berkepanjangan sudah berlalu, kini musim penghujan mulai membasahi tanah yang sudah tidak retak-retak lagi, rumput dan dedaunan kembali menghijau. Penduduk Dusun Tanjung Siman sudah mulai lagi dengan kegiatannya seperti biasa, ada yang kesawah dan ladang juga kekebun dengan semangat baru untuk bercocok tanam.
Apa yang mereka tanam sudah nampak mulai betunas dan tumbuh subur, sedang hewan ternak dan peliharaan mereka giring kepadang rumput yang tidak lagi gersang. Penduduk dusun memang tidak ada yang berpangku tangan, mereka adalah pekerja giat dan tekun berusaha untuk kehidupan ini.
Itulah sebabnya pada saat terjadi kemarau yang berkepanjangan, mereka tidaklah kekurangan bahan-bahan pokok yang utama. Malahan hasil panen dusun mereka dapat meringankan beban penderitaan penduduk dusun tetangga yang dalam kekurangan. Perbuatan yang dilakukan penduduk Dusun Tanjung Siman, menjadi buah bibir seluruh warga dusun yang pernah dibantunya. Akan tetapi semua ini tidaklah membuat mereka menjadi sombong dan tinggi hati, malahan mereka semakin rendah hati bagaikan buah padi semakin berisi semakin menunduk.
Keberhasilan penduduk Dusun Tanjung Siman dalam bercocok tanam, membuat orang-orang dari beberapa dusun datang kesini. Mereka belajar dan melihat cara penduduk dusun ini mengolah tanah pertanian dan perkebunan secara langsung, penduduk Dusun Tanjung Siman dengan senang hati berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman, bagi siapa saja yang ingin belajar tanpa pilih kasih. Ilmu pengetahuan dan pengalaman bercocok tanam dan berternak tidak jauh berbeda dengan yang mereka miliki, yang membedakannya adalah ketekunan dan kesungguhan serta tidak lupa berdoa kepada Penguasa Alam.
Hari-hari berjalan terasa begitu cepat, musim panen yang dinanti-nantikan segera akan tiba. Perasaan senang dan bahagia dirasakan oleh penduduk Dusun Tanjung Siman, padi yang menguning terhampar luas menanti untuk dituai. Burung pipit berterbangan dengan riangnya kesana kemari, turut merasakan kegembiraan penduduk Dusun Tanjung Siman menyambut panen musim ini. Seperti yang mereka harapkan selama ini, semoga Sang Pencipta senantiasa melimpahkan rachmat bagi mereka semua. Rasa letih dan lelah bekerja serta berusahana terhapus semua, karena hasil kerja dan ketekunan mereka telah membawa hasil sangat memuaskan.
Begitu juga yang dirasakan oleh satu keluarga kecil yang sederhana diantara penduduk didusun ini, laki-laki yang memiliki Belulus Ulahk sekeluarga sangat bersyukur sebab kerja kerasnya telah membawa hasil memuaskan. Hasil panen tahun ini cukup bahkan berlebih untuk kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka sekeluarga sangat senang dan bahagia.
Kebiasaan bergotong royong didusun ini juga berlaku disaat panen, mereka secara bersama-sama akan pergi kesawah menuai padi. Juga keladang dan kebun untuk memetik sayur dan buah bersama, disinilah dapat dilihat dengan jelas keharmonisan dan kerukunan seluruh warganya. Kesuburan dan kemakmuran tanah didusun mereka merupakan anugrah Penguasa Alam, sehingga bersama-sama mereka merawat dan menjaganya dengan baik.
Malam ini seperti biasa sebelum sebelum mereka panen, seluruh warga akan berkumpul guna mendapatkan petunjuk dan pengarahan dari Sesepuh dusun. Agar mereka nantinya tidak lupa diri dengan hasil panen yang didapatkan, sehingga mereka sadar apa yang diperoleh adalah pemberian Yang Maha Kuasa.
Sebelum waktu yang telah ditentukan sudah banyak warga yang berkumpul, ini menandakan mereka tidak mau terlambat hadir dipertemuan itu. Mereka berpendapat lebih baik menunggu dari pada ditunggu, wajah dan raut muka mereka jelas terlihat sinar kebahagiaan, karena kebersamaan yang selama ini mereka junjung membuat seluruh warga rukun dan damai.
Menjelang pagi hari seluruh penduduk Dusun Tanjung Siman telah berkumpul, wajah ceria dengan semangat membara terlihat didiri mereka hari ini. Sesuai dengan tradisi yang mereka jalankan selama ini, secara bersama mereka akan bergotong royong bahu membahu memanen hasil garapan mereka. Diantara warga yang berkumpul disini terlihat laki-laki yang memiliki Belulusan Ulahk bersama keluarganya, wajah mereka sekeluarga begitu ceria dan selalu tersenyum disaat bertegur sapa dengan warga dusunnya.
Pada saat rombongan penduduk dusun ini akan beranjak pergi, terpaksa menunda keberangkatannya untuk sementara waktu. Pagi ini tanpa diduga mereka telah kedatangan tamu dari dusun tetangga, kedatangan mereka disambut dengan hangat dan gembira oleh penduduk Dusun Tanjung Siman ini. Beberapa orang tamunya ini berasal dari Dusun Pengandonan dan Dusun Batanghari serta Dusun Semanding, warga Dusun Tanjung Siman tidak lah terkejut ataupun heran dengan kedatangan tamu mereka. Memang ini sudah biasa dan sering terjadi ada warga dusun tetangga datang berkunjung, Menurut penuturan salah seorang dari tamunya, kedatangan mereka hari ini hanyalah untuk sekedar bersilaturrahmi mempererat tali persaudaraan.
Maksud dan tujuan mereka disambut hangat penuh rasa kekeluargaan, tapi sayang untuk hari ini mereka tidak bisa melayani dengan layak. salah seorang Sesepuh atas nama semua warga dusun mohon maaf, bukannya tidak menghormati kedatangan tamunya dan dimohon pengertiannya. Bila tamunya tak berkeberatan mereka mengajaknya untuk ikut pergi bersama, rupanya tamu mereka maklumi dan dapat mengerti. Tamunya bermaksud akan menunggu kepulangan mereka setelah selesai mengambil hasil panennya, itupun kalau tidak keberatan dan diperbolehkan. Tentu saja maksud ini dipenuhi oleh warga Dusun Tanjung Siman, kerena seperti biasa dusun ini akan sepi dan hanya tinggal anak-anak.
“ Terima kasih saudaraku, kalian mau menunggu kepulangan kami “ , kata seorang Sesepuh pada tamunya.
“ Kami yang harusnya berterima kasih, karena telah dipercaya dan boleh menunggu disini “ , jawab salah seorang tamunya.
“ Baiklah ….. kami akan segera pergi, dan tolong jaga anak-anak kami “ . Sesepuh itu mengakhir percakapannya, seluruh rombongan mohon pamit untuk pergi. Tanpa rasa curiga sedikitpun atas tamunya mereka pergi meninggalkan dusun, sedangkan semua warga dusun pergi. Penghuni dusun hari itu hanyalah tinggal anak-anak mereka, ditambah beberapa orang tamunya tadi.
Angin yang berhembus pagi ini membelai pucuk-pucuk pepohonan, kicau burung ng tedengar bersahut-sahutan mengiringi langkah kaki rombongan mereka pergi ketempat yang dituju. Entah mengapa hati laki-laki pemilik Belulusan Ulakh itu merasa tidak enak dan resah, wajah kedua orang anaknya muncul dan telintas dibenaknya. Semua apa yang dirasakannya dipendamnya sendiri, karena dia tidak mau mempunyai prasangka buruk terhadap para tamu tinggal didusun.
Jalan yang mereka tempuh terasa begitu panjang dan lama, laki-laki pemilik Belulusan Ulakh ingin rasa segera sampai ditujuan. Segera ingin memungut hasil panen dan langsung pulang, tapi itu tidak dapat dilakukannya. Bila dia menceritakan apa yang dirasakannya, tentu rombongan mereka ini akan ada perasaan cemas dan khawatir terhadap mereka yang ditinggalkan.
Selama dalam perjalanan hatinya bergelut dengan perasaan dan firasat yang ada, keresahan hatinya sedikit berkurang manakala mereka telah sampai ditujuan. Semua warga dirobongan itu mulai sibuk melakukan pekerjaannya, sambil diiring dengan canda dan senda gurau sekedar pelepar rasa penat mereka.
Selesai disatu tempat merekapun melanjutkan ketempat lain, kesigapapan dan semangat mereka memanen dan memetik hasil tanamannya sangat cekatan. Pekerjaan yang begitu banyak dan melelahkan mereka lakukan bersama bahumembahu, sehingga pekerjaan berat terasa sangat ringan bagi mereka semua.
Kini kita kembali ke Dusun Tanjung Siman yang terlihat agak sepi, karena saat ini penghuninya hanya tinggal anak-anak bersama tamunya yang datang dari dusun tetangga.Orang-orang yang dipercaya warga dusun ternyata tidaklah sebaik mereka duga, karena hati mereka dipenuhi nafsu serakah dan ketamakan diikuti rasa iri dan dengki.
Mereka merasa dipandang sebelah mata dan tidak dihargai, sebab semua disalah artikan dan ini membuat mereka sakit hati. Pikirnya warga dusun ini telah menyamakan mereka sebagai pembantu, sehingga diminta menjaga anak-anak dan dusun. Pada hal ini adalah atas kehendak mereka sendiri, yang meminta untuk tinggal dan menungu kepulangan warga Dusun Tanjung Siman.
Bisikan syetan dan iblis mulai merasuk menggoda hati serta jiwa mereka, sanggup mengalahkan akal sehat yang mereka miliki. Atas dasar yang namanya perasaan sakit hati yang sebenarnya adalah rasa iri dan dengki juga keserakahan, timbul niat dan rencana jahat dihati mereka. Selagi semua warga belum pulang, mereka semua sudah mantap buat menjalankan niatnya itu. Untuk memberi pelajaran yang tak mungkin terlupakan,bagi seluruh penduduk DusunTanjung Siman ini.
Memang pandai mereka bersandiwara untuk mengelabui anak-anak yang usianya tidak jauh berbeda dengan anaknya, penuh kelembutan mereka mengajak anak-anak itu bermain dan bercanda. Anak-anak yang masih polos dan lugu tidak mengerti apa yang ada dibenak mereka, sehingga anak-anak itu bermain dengan senang dan riang gembira. Menjelang siang anaak-anak itu diajak beristirahat dari bermain dan diajak makan bersama, sambil makanpun anak-anak itu masih bercanda dan tertawa mendengar cerita mereka.
Selesai makan anak-anak itu dibujuk dan dirayu untuk beristirahat dan tidur siang, mereka diajak masuk dan dikumpulkan di Khiang Padi (Lumbung Padi ) yang cukup besar untuk menampung mereka semua. Dengan kepolosannya anak-anak itu menerima dan menurut saja kehendak mereka, didalam Khiang Padi anak-anak itu beristirahat sambil berbaring, mendengarkan cerita dongeng penghantar tidur dari mereka. Tak lama kemudian mungkin karena kecapekan bermain dari pagi, semua anak-anak yang tak berdosa itupun tertidur pulas.
Setelah dipastikan semua anak-anak sudah terlena dan tetidur pulas, dengan cepat mereka pergi keluar meninggalkan anak-anak itu didalam. Secepat kilat mereka menutup pintu Khiang Padi dengan rapat dan menguncinya dari luar, kemudian mereka mulai menjalankan rencananya. Tanpa ada perasaan sedikitpun dihati mereka, maka dengan tangan dingin Khiang Padi itu dengan cepat di Tunu ( di Bakar ) . Hembusan angin membantu nyala api berkobar dengan cepat menghanguskan Khiang Padi bersama suara jerit tangis anak-anak yang terkurung didalamnya. Mata hati dan perasaan mereka telah begitu rapat tertutup, suara jerit tangis yang terdengar bagaikan tembang kematian yang indah bagi mereka yang telah diperbudak oleh nafsu.
Laki-laki pemilik Belulusan Ulakh ini hatinya merasa tak enak dan gelisah, firasatnya semakin menjadi-jadi lalu dia menghentikan pekerjaannya. Wajah kedua orang anaknya kembali terbayang dimatanya, apa yang telah terjadi dengan anak-anakku …… ?. Belum sempat dia berpikir lebih lanjut, terdengar suara ramai yang berteriak mengatakan ada kebakaran.
Asap hitam membumbung tinggi menghiasi langit petang ini, semua orang dirombongan ini terlihat panik dan menghentikan kegiatannya. Kepulan asap hitam yang mereka lihat arahnya tepat berasal dari dusun mereka, sehingga dengan buru-buru mereka bergegas kembali kedusunnya.
Hasil panen yang telah mereka kumpulkan ditinggal begitu saja, mereka berlari sekuat tenaga agar dapat segera sampai kedusunnya. Jarak tempuh yang harus mereka jalani cukup jauh, tapi tidak melemahkan semangat kemauan mereka untuk berlari ………. dan terus berlari …………! .
Prahara telah terjadi di Dusun Tanjung Siman hari ini, puing-puing berserakan dan bau daging terbakar tercium menyengat hidung. Alam menjadi saksi bisu dan desir angin mengalunkan kidung nestapa, semua telah musnah dan sirna dalam hitungan langkah mereka yang berlari mengejar waktu.
Mereka semua diam dan terpaku dengan nafas yang masih tesengal-sengal, menyaksikan sisa-sisa kehancuran yang tertinggal. Suara jerit tangis dan air mata menggoreskan cerita duka dilembar dikehidupan ini, semua masih berusaha mencari anak-anak mereka yang diharapkan masih ada.
Pupus sudah harapan yang mereka miliki, ketika diantara puing-puing reruntuhan di Khiang Padi mereka menemukan tubuh yang hangus termakan api. Tubuh-tubuh yang tak dapat dikenali lagi menghitam dan berpelukan satu sama lain, mereka sehidup semati dalam kebersamaan menanti ajal menjemput. Hati mereka bagaikan tersayat sembilu yang sangat perih, sungguh biadab dan keji mereka yang telah tega melakukan perbuatan ini.
Cukup lama mereka larut dalam kesedihan, lalu mereka tersentak dan ingat orang-orang yang datang dan menjadi tamu mereka hari ini. Dengan beringas penuh amarah seluruh warga menyisisir dusun mereka, sekian lama mencari jangankan bertemu orangnya jasad merekapun tak diketemukan. Dendam membara membakar jiwa semua penduduk Dusun Tanjung Siman, tamu mereka yang diperlakukan dengan baik dan dihormati telah menodai persaudaraan yang terjalin.
Suasana berkabung menyelimuti seluluruh Penduduk Dusun Tanjung Siman tanpa terkecuali, cadar kesunyian sangat terasa malam ini sebagai wujud duka nestapa yang jadi milik mereka. Seluruh penduduk Dusun Tanjung Siman berkumpul bersama, duduk dan menengadahkan tangan berdoa kepada Yang Maha Esa.
Selesai acara yang mereka lakukan bersama, keheningan masih belum berlalu dan air mata masih membasahi relung hati mereka yang paling dalam. Laki-laki yang memiliki Belulus Ulakh yang sejak tadi berdiam diri bangkit dari duduknya dan pergi keluar, dia berdiri dan menatap rembulan yang bersinar malam itu.
“ Wahai …. alam ….. dengarkan sumpahku ……..! “ . Suranya yang keras memecahkan kesunyian malam ini, yang membuat semua warga yang ada terkejut. Segera merekapun keluar untuk melihat apa yang dilakukan oleh laki-laki pemilik Belulusan Ulakh itu. Semua diam dan tak ada yang bersuara, karena yang dirasakan laki-laki pemilik Belulusan Ulakh itu sama dengan yang mereka rasakan.
“ Wahai orang-orang Dusun Pengandonan, Batanghari dan Semanding …… !, dengarkan dan ingatlah selama hidupmu …… !. Seluruh anak cucu keturunanmu jangan harap akan dapat kembali, kalau berani datang lagi ke Dusun Tanjung Siman …………………!.
Tatapan mata laki-laki pemilik Belulusan Ulakh itu tajam memandang rembulan diangkasa, sambil merentangkan tangannya keatas. Suaranya keras mengelegar memecahkan kegelapan malam, saat itu juga bulan tertutup awan gelap dan kepekatan mencekam.
Suara gemuruh angin sangat kencang, sehingga beberapa pohon patah dan tumbang. Konon menurut sekilas cerita lama, gema suara laki-laki pemilik Belulusan Ulakh itu sampai kedusun-dusun tetangga apalagi dengan ketiga dusun yang disebut malam itu.
Laki-laki pemilik Belulusan Ulakh itu segera pergi tanpa memperdulikan mereka yang ada dan menyaksikan semuanya. Dia berjalan menuju keempat sudut penjuru Dusun Tanjung Siman, kemudian tiap sudut dia menguburkan Belulusan Ulakh dan yang terakhir kali tepat ditengah-tengah Dusun Tanjung Siman.
Keesokan harinya seluruh warga dusun tetangga bercerita dari mulut kemulut, tentang apa yang mereka dengar semalam, kemudian mereka besama-sama datang untuk melihat Dusun Tanjung Siman. Tapi sungguh tak dapat dibayangkan ketika mereka sampai ke Dusun Tanjung Siman, yang ada hanyalah hutan belantara yang lebat seperti belum pernah terjamah manusia.
Mereka semua merasa heran bercambur bingung dan tidak mengerti, kemana perginya dusun yang subur makmur dengan keramaian penduduknya itu.Setelah puas mereka mencari tapi tidak menemukan keberadaan dusun tersebut, ketika akan pulang lagi-lagi mereka dikejutkan kejadian aneh.
Orang dari dusun Pengandonan dan Batanghari serta Semanding yang ikut dengan rombongan mereka, telah lenyap entah kemana perginya. Merekapun segera mencari temannya kesegala penjuru, tapi tetap saja tak diketemukan. Menjelang sore merekapun kembali, dengan harapan teman mereka sudah pulang duluan. Semenjak itulah Dusun Tanjung Siman oleh penduduk dusun tetangga yang ada disekitar didaerah itu disebut Negeri Silap ( Dusun yang Hlang ).
Demikianlah Prahara Negeri Silap yang merupakan satu diantara banyaknya cerita yang telah tertulis, tentang kisah perjalanan hidup manusia dalam meniti seuntai kehidupan didunia. Perlu juga diketahui apakah ini merupakan Sebuah Mitos atau bukan, akan tetapi hingga sampai saat merupakan satu pantangan atau larangan bagi mereka. Yang merasa dirinya adalah seorang anak cucu keturunan dari Dusun Pengandonan dan Batanghari serta Semanding, tidak berani bahkan takut untuk datang ke Dusun Tanjung Siman.
S E K I A N
Penuli : Mgs. Aminullah , SH
Nara Sumber :
CATATAN: Semanding à diganti Tanjungan